Sunday, August 4, 2013

Memori yang Hilang




Gonna look back in vain
And see you standing there
When all that remains
Is an empty chair

Lagu itu mengarungi udara pada sore yang hujan. Lewat bulir-bulir kaca jendela. Meneteskan sebuah air mata pada wajahku yang membeku karena dinginnya udara.
Sebuah kursi yang usang juga berdebu, di sudut ruangan. Is an empty chair. Kursi dari kayu sonokeling, kayu kesukaan ayah. Berwarna coklat lembut dan liat. Anehnya kini dapat kulihat kursi itu kosong, tanpa ada bayangan yang senatiasa ada bersamanya. Yang bergerak bersama semesta ayah yang kecil: kursi itu, buku-buku bacaan, ayah, dan segelas kopi mocca arabica. Kenangan yang semakin pudar oleh perputaran hidup yang semakin deras. Ada memori yang selalu menulusup ketika aku memerhatikan dengan perlahan singgasana ayah saat ia masih hidup. Memori yang menghantarkanku kepada masa kecil dulu di atas pangkuannya. Kulihat kami bercanda ria di atas kursi itu. Tawanya menggema di pikiranku. Berusaha kukumpulkan ingatan yang telah lama berceceran itu, tawanya, sentuhan tangannya yang hangat di kepalaku, bahkan pelukannya ketika aku berulang tahun yang ke 20. Vain, tapi sia-sia saja, karena aku telah paham bahwa ayah telah benar-benar tiada dari sisiku.
Kini, tepat 10 tahun peringatan kematian ayah.


(lirik Bellefire; i cant cry hard enough.)


No comments:

Post a Comment