Tuesday, March 27, 2012

FEATURE - Jelimet oh Jelimet!


Di Negeri jelimet :  PERATURAN? DI TEBAS SAJA! = ANARKISME
Jelimet oh jelimet. Negeri ini terkesan jelimet. Bagaimana tidak? coba kita pertajam penglihatan kita sekali lagi. Hukum di negeri ini…bagaimana hukum di negeri ini? harganya sangat murah, OBRAL! Begitu kata para pedagang. Lha wong sekarang penjara saja dihuninya oleh para tikus berduit yang mampu membungkam hukum dengan uang bukan oleh kriminal-kriminal seperti yang seharusnya. Lalu bisa diambil kesimpulan : uang bisa membeli hukum, hukum harganya murah. Hukum saja yang terkesan sulit dipatahkan bisa sujud sungkem ketika dihadapkan oleh uang. Apalagi yang lainnya?

Monday, March 19, 2012

Rajut Ilusi - #DESKRIPSI2


Di antara bayang-bayang hakiki, aku tidak mampu semua ini adalah mimpi ataukah sebuah delusi. Kutembus kabut hampa yang menggenggam petang kelabu. Matahari tenggelam kebalik keremangan atau hilang termakan kepincangan waktu. Udara membisu dan terpancang dalam sunyi senyap, menekanku begitu berang. Pohon-pohon cemara kerdil seperti terbawa keheningan yang memekakan, menari dan bergerak begitu cepat hingga akhirnya luruh ke tanah menyisakan cairan pekat kehitaman. Mereka kembali tegak dalam sekejap, kali ini menjulang. Di sanalah, dari balik cemara yang meranggas kutemukan pandang matamu yang jernih, seperti dian yang menyala. Aku mencoba menggapaimu, wajah yang terbakar pilu. Aku terjebak menuju ketajaman rasa pedihmu yang membayang. Kupijak tanah yang goyah juga rentan, menghambat pergerakanku, daun-daun gugur terhampar bergemerisik.
Biarkan aku hilang.

Angsa Musim Gugur #deskripsi1


Bulan sabit  nyalang, mengambang dalam pusaran malam yang padam dan berjelaga. Tergambar dengan jelas langit yang terbentang, sepi dan menyendiri dari gemintang. Kupandangi lekat  bulan seperti mata pisau yang membelah nestapa dari keremangan malam. Suara petir di kejauhan yang bergemuruh menggantikan suara jangkrik ataupun suara-suara nokturnal lain. Semua unsur malam tertelan ketiadaan begitu saja malam ini, taburan gemintang ataupun suara malam yang akrab pergi.  Aroma lembab tercium sebelum akhirnya gerimis terjatuh, lembut melarikan kekecewaanya di sini, di permukaan wajah bumi.  Embusan-embusan mesra angin malam berhujan, menyapaku dan membelai lara yang  mengendap ditubuhnya. Lama aku terpaku pada hujan yang semakin liar, dan kucoba untuk kembali mengambil kuas,  melukis aksara hiragana. Mereka seperti menari-menari dengan balutan tinta kehitaman yang mencuat kesana kemari.  Udara menjadi setajam es, menyengat.

Sunday, March 4, 2012

Menghadapi Sebuah Fenomena yang Miris



            Sebuah realitas memang sulit diterima. Apabila realitas ini menjadi sebuah kepahitan yang menimbulkan pergulatan, baik batin maupun fisik. Realitas berubah menjadi sebuah masalah. Yang mampu membuat sebuah negara maupun rakyatnya kelimpungan karena lelah berenang dalam keringatnya sendiri. Dalam menghadapi transformasi realitas ini. Realitas kebobrokan tingkat pendidikan yang berkualitas. Salah satunya yang menjadi sorot perhatian. Menjadi titik tumpu kekhawatiran para warga yang masih peka, yang masih peduli, dan tentunya sangat menyadari. Ada sesuatu hal yang tidak signifikan di negerinya sendiri. Sesuatu yang sangat  salah.